Skip to main content

Polemik Pengangkatan Pj Sekda Bengkulu Utara, Perlu Adanya Crosscheck Keabsahan Oleh DPRD

Ogiandhafiz Juanda, S.H. L.LM C.LA, C.P.Art, C.M.L, C.Me, C.M.L.C
Ogiandhafiz Juanda, S.H. L.LM C.LA, C.P.Art, C.M.L, C.Me, C.M.L.C

Bengkulu Utara - Menyikapi polemik tentang pengangkatan PJ SEKDA Bengkulu Utara oleh Bupati Ir. Mian beberapa minggu lalu, mengundang perhatian banyak pihak. Salah satunya dari Ogiandhafiz Juanda, S.H. L.LM C.LA, C.P.Art, C.M.L, C.Me, C.M.L.C , Dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional Jakarta, juga Advokat pada Law Firm Prof Dr. Juanda, S.H.M.H dan Partners yang berkantor Pusat di Jakarta ini. 

Menurut Ogi Juanda panggilan akrabnya saat diminta pendapatnya melalui via WhatsApp mengatakan bahwa pengangkatan PJ SEKDA PEMDA Bengkulu Utara tersebut bisa dikaji dari berbagai perspektif,  paling tidak ada tiga perspektif yaitu pertama,  perspektif Administrasi Pemerintahan,  kedua perspektif Asas Kepatutan  dan ketiga perspektif yuridis.

 Dari perspektif  adminitrasi pemerintahan, PJ SEKDA memiliki posisi strategis dan merupakan jabatan ASN yg tertinggi di Kabupaten, Kota atau Provinsi. Oleh karena itu jabatan PJ SEKDA  wajib segera diisi bila terjadi kekosongan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan .

 Karena strategis itu pula maka pengisian dan pengangkatan  PJ SEKDA  itu harus diisi dari PNS yang memenuhi syarat administratif seperti  berpengalaman di bidang manajerial,  memiliki rekam jejak, integritas, kapabilitas, tidak pernah dihukum, pangkat minimal IV B, sedang menduduki jabatan eselon II b dan syarat objektif lainnya termasuk memiliki moral yang baik, lanjut Ogi Juanda yang merupakan lulusan Magister Hukum (L.LM)  dari SHEFIELD  UNIVERSITY  INGGRIS ini. 

Tanpa terpenuhi syarat syarat di atas maka secara adminisratif pemerintahan,  yang bersangkutan harus dinyatakan tidak layak dan tidak memenuhi syarat administratif.  

Selain persyaratan administratif harus terpenuhi juga aspek kepatutan atau kelayakan si PJ SEKDA .  Asas Kepatutan ini merupakan salah satu  Asas Penyelenggaraan Negara. Artinya meskipun secara yuridis sebenarnya  tidak  dilarang Penyelenggara Negara dalam hal ini BUPATI untuk mengangkat keluarga, saudara atau teman dekat dalam jabatan PJ SEKDA asal memenuhi syarat-syarat materiel dan formiel sebagaimana diatur dalam Peraturan yang berlaku,  namun secara asas kepatutan mengangkat keluarga atau saudara atau kroninya dalam jabatan publik itu dianggap tidak patut secara asas penyelenggaraan negara . Tegasnya yang tidak boleh atau dilarang secara yuridis   adalah mengangkat keluarga atau saudara atau kroni dengan cara-cara melawan hukum atau tidak sesuai dengan Peraturan Per UU yang berlaku, menguntungkan keluarga dan kroninya serta tidak memenuhi syarat-syarat administatif dan syarat objektif lainnya. 

Bila ketentuan tersebut dilanggar maka tindakan Bupati tersebut dapat dikualifikasi  sebagai tindakan NEPOTISME sebagaimana diatur dalam ketentuan  Undang-UNDANG No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara   Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Perbuatan NEPOTISME diancam dengan ancaman  hukuman  pidana.

Selanjutnya dari perspektif yuridis, untuk menyatakan pengangkatan PJ BUPATI Bengkulu Utara itu sah atau tidak maka harus dilihat dari dua aspek yaitu aspek formiel dan aspek materiel sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ada dua peraturan  yang sangat  relevan untuk dijadikan pedoman dan landasan  dalam pengangkatan  PJ SEKDA yaitu 1. Perpres No 3 tahun 2018 tentang Penjabat SEKDA dan .2. Permendagri No. 91 tahun 2019. tentang Penunjukan Penjabat SEKDA.  Kalau kita teliti dua peraturan tersebut memang ada persamaan dan perbedaan. Menghadapi persoalan perbedaan atau saling bertentangan antara Peraturan yg lebih rendah dengan yg lebih tinggi maka secara asas, yang dipedomani dan berlaku adalah Peraturan Per UU yang lebih tinggi. Oleh karena itu dalam praktek pengangkatan PJ SEKDA Bengkulu Utara perlu dipertanyakan apakah telah mengikuti mekanisme atau prosedur dan syarat2   yg terdapat pada Perpres No. 3 tahun 2018  atau mempedomani Permendagri No.91 tahun 2019 atau kedua-duanya?.

Apabila BUPATI mempedomani secara konsisten dan utuh ketentuan  Perpres No 3 tahun  2018 tetapi mengabaikan Permendagri No. 91 tahun 2019 dengan alasan ada perbedaan dan pertentangan maka sesungguhnya  pengangkatan PJ  SEKDA Bengkulu Utara dapat dinyatakan sah dan tidak ada problem hukum. sambung Ogi yang ternyata  Putra Rejang Utara dari Bapak PROF. DR. JUANDA, SH.MH ini.

 Persoalannya akan lain bila ada satu syarat formiel misalnya tentang mekanisme atau prosedur di dalamnya tdk dipenuhi atau tidak  mengikuti dan tidak sesuai dengan Perpres No. 3 tahun 2018 maka otomatis secara yuridis Pengangkatan PJ SEKDA tersebut dianggap tidak sah, misalnya pengusulan PJ SEKDA tidak melalui persetujuan Gubernur. Atau tidak terpenuhinya syarat-syarat materiel misalnya; rekam jejak, integritas, kepangkatan atau tidak pernah dihukum sebagaimana yg terdapat dalam Perpres No 3 tahun 2018.  Untuk meneliti kesesuaian dan kebenaran tentang syarat materiel maupun formiel dalam penunjukan dan pengangkatan PJ SEKDA Bengkulu Utara tersebut seharusnya DPRD menjalankan fungsi pengawasannya  dengan memanggil Bupati untuk hearing atau bisa juga meminta  Gubernur  dalam posisinya sebagai Wakil Pemerintah Pusat  melalui perangkatnya   memanggil BUPATI Bengkulu Utara untuk meminta klarifikasi atau penjelasan dari BUPATI Bengkulu Utara tentang adanya dugaan  terjadi pelanggaran  dalam pengangkatan PJ SEKDA Bengkulu Utara. Bila hasilnya benar ada pelanggaran peraturan perundang-undangan, maka Bupati harus mencabut SK yang ada dengan melakukan pengusulan ulang sesuai dengan ketentuan yang ada.

Yang menjadi polemik saat ini ada yang menganggap bahwa pengangkatan PJ SEKDA yang ada saat ini tidak sesuai dan melanggar PERMENDAGRI No. 91 tahun 2019 di satu pihak dan dipihak lain menganggap sah karena pengangkatan PJ SEKDA tersebut  sudah sesuai  karena berpedoman pada PERPRES No.3 tahun 2018. Tarik menarik dan silang pendapat tersebut sesungguhnya tidak perlu terjadi jika memahami asas dan substansi dalam peraturan perundang-undangan  sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya. Intinya adalah kalau pengangkatan PJ SEKDA tersebut ternyata  dalam objek yang sama tidak ada perbedaan dan pertentangan antara kedua PERPRES dengan PERMENDARI maka kita  boleh mempedomani salah satu Peraturan yang berlaku. Tetapi jika antara PERPRES dan PERMENDARI tersebut dalam objek  yang sama terdapat perbedaan dan pertentangan satu sama lain  maka  secara asas yang dipedomani dan diberlakukan adalah ketentuan di dalam PERPRES. Artinya bila dalam kenyataannya penunjukan dan pengangkatan PJ SEKDA dimaksud telah mempedomani dan  sesuai dengan  PERPRES tetapi  ada yang tidak sesuai dan tidak mempedomani dengan PERMENDAGRI, maka secara hukum dan asas peraturan perundang-undangan tindakan BUPATI tersebut dapat dianggap sah dan dibenarkan. Namun sebaliknya jika ada prosedur atau syarat2 pengangkatan PJ SEKDA  tersebut sudah sesuai dengan ketentuan Permedagri No 91 tahun 2019 tetapi Tidak sesuai dengan Perpres No 3 tahun 2018 maka pengangkatan PJ SEKDA tersebut cacat yuridis dan  dianggap tidak sah dan akibatnya patal. Jika pengangkatan tersebut dianggap tdk sah maka tindakan hukum apapun  yang dilakukan oleh pejabat SEKDA dimaksud akan tdk sah pula dan jika berkaitan dengan keuangan atas tindakan pejabat yang diangkat tidak sah tersebut akan berpotensi terjadinya perbuatan KORUPSI dan pada gilirannya baik pejabat yg mengangkat dlm hal ini BUPATI maupun PJ SEKDA tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum baik hukum pidana, perdata maupun hukum administrasi, kata  OGIANDHAFIZ  JUANDA yang juga layak diperhitungkan untuk menjadi calon BUPATI BENGKULU UTARA dan GUBERNUR BENGKULU di masa yang akan datang. (***)

Dibaca 55 kali

Facebook comments